beritakejahatan24jam - SIMALUNGUN - Kasus inses atau hubungan sedarah memilukan terjadi di Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara (Sumut).
Seorang ayah berusia 41 tahun tega menyetubuhi tiga putri kandungnya sendiri. Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Polres Simalungun AKP Verry Purba membenarkan kasus inses tersebut.
Kepala Bagian Operasional Reskrim Ipda Bilson Hutauruk menjelaskan kronologi terbongkarnya kasus ini.
Awalnya korban yang paling kecil berusia 13 tahun berkomunikasi kepada kakak tertuanya yang tengah kuliah di Jakarta.
Sang adik cerita tentang peleehan seksual yang dialaminya.
Tak cuma itu, terungkap juga adiknya nomor dua ternyata juga mengalami hal yang sama.
Mendengar cerita adiknya tersebut, sang kakak merasa putus asa.
Ia kemudian mencoba mengakhiri hidupnya dengan menenggak racun. Namun, upaya itu berhasil digagalkan oleh pihak keluarga.
"Anak tertua mencoba bunuh diri setelah dihubungi adiknya yang menceritakan bahwa dia juga menjadi korban pemerkosaan oleh ayah kandung mereka," ujar Ipda Bilson.
''Mengetahui hal ini, anak tertua merasa putus asa karena dia dan adiknya yang lain, anak tengah, juga ternyata menjadi korban," ujar Ipda Bilson.
Mendengar kejadian tersebut, kakek korban langsung mendatangi cucunya tersebut di Jakarta.
Saat itulah terungkap perbuatan pelaku berinisial TRT terhadap tiga putri kandungnya.
Ipda Bilson menuturkan, istri pelaku, yang juga ibu dari para korban, tidak mengetahui kejadian ini.
Ketiga korban tidak pernah bercerita kepada ibunya karena merasa takut dengan ancaman pelaku.
Selain itu, setiap kali perbuatan tersebut dilakukan, rumah dalam keadaan kosong.
Atas dasar kejadian ini, kakek korban berinisial JT membuat Laporan Polisi Nomor LP/B/196/V/2025/SPKT/Polres Simalungun/Polda Sumut pada 22 Mei 2025.
Dalam laporan itu, disebutkan korban utama adalah anak bungsu yang berusia 13 tahun.
Ipda Bilson menjelaskan tersangka TRT dipersangkakan melakukan tindak pidana Pasal 81 ayat (1) Jo ayat (3) dan/atau Pasal 82 ayat (2) UU RI No 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI No 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, terkait kekerasan seksual terhadap anak dengan ancaman hukuman yang berat.
"Polres Simalungun berkomitmen untuk memberikan perlindungan maksimal kepada korban dan memproses hukum tersangka sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagai bagian dari upaya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, khususnya perlindungan terhadap anak-anak," katanya.
Informasi yang dihimpun, TRT memiliki empat anak yang terdiri dari tiga perempuan dan satu laki-laki.
Ipda Bilson menambahkan, korban R dan ayahnya tinggal satu rumah di Kecamatan Dolok Pardamean.
Dalam laporan yang diterima Polres Simalungun terungkap, bahwa R yang masih duduk di bangku SMP sudah dua kali dirudakpaksa oleh ayahnya.
Peristiwa pertama kali terjadi pada Juli 2023 di rumah pelaku dan korban.
Korban R sempat melawan, namun tak dihiraukan oleh pelaku.
Untuk kedua kalinya, TRT mencabuli putrinya R pada 8 April 2025 di tempat usaha kedai tuak miliknya.
Awalnya, pelaku mengajak R ke warung tuak untuk membersihkan rumput.
Setelah selesai korban beristirahat dan tertidur di kamar yang ada di warung tuak tersebut.
“Pelaku lalu masuk dan mengunci kamar. Korban sempat berteriak ‘Jangan, Pak’ sambil menendang kaki pelaku. Namun pelaku tidak menghiraukannya,” kata Ipda Bilson.
Ia mengatakan, perbuatan pelaku terungkap saat korban R menceritakan peristiwa itu kepada dua kakaknya.
Ternyata, kedua kakaknya juga mengalami nasib serupa, menjadi korban rudapaksa ayahnya.
Terungkap pula bahwa kedua kakak R mengalami peristiwa memilukan tersebut, saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
“(Korban) saat itu masih kelas 5 SD. Saat ini kakak korban sudah kuliah dan sudah bekerja, terungkapnya pas adiknya ini lapor sama kakaknya," kata Bilson.
DINAS PPA Simalungun Akan Temui Korban
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Simalungun, Sri Wahyuni mengaku akan terjun ke rumah korban pencabulan anak perempuan oleh ayahnya sendiri. Dalam kasus ini, diketahui tiga orang putri THT dicabuli oleh ayah kandungnya sendiri.
Sri menyebut bahwa kebetulan saat ini, belum ada koordinasi dari Polres Simalungun untuk memberikan pendampingan kepada korban. Namun ia akan melakukan komunikasi untuk memberikan hak-hak yang dibutuhkan ketiga korban.
"Biasanya kan ada kasus serupa, si keluarga korban melapor ke kita dan kita memberikan pendampingan. Tapi dalam kasus ini belum ada komunikasi. Namun kita akan tetap menjemput bola," kata Sri Wahyuni.
Sri Wahyuni mengatakan bahwa Dinas PPA tidak menutup kemungkinan akan berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) apabila korban dan keluarga membutuhkannya.
"Yang awal pasti kita akan berikan sampingan psikologis, motivasi ke depan, dan trauma healing. Lalu apakah nanti dibutuhkan LPSK, kita siap komunikasikan," katanya.
Posting Komentar