beritakejahatan24jam - TEMPO.CO, Jakarta - Tim kuasa hukum keluarga korban perundungan anak SD di Riau, Fredik Pinakunary, menyesalkan hasil autopsi jenazah yang dirilis Kepolisian Daerah Riau. Fredik menyebut polisi mengesampingkan fakta perundungan dan kekerasan yang dilakukan terhadap siswa kelas dua SD berusia delapan tahun tersebut.
“Kami keberatan dan menolak tegas siaran pers Polda Riau yang menarik kesimpulan prematur sehingga mendeskriditkan seakan klien kami merupakan orang tua yang lalai dalam merawat anak,” kata Fredik lewat keterangan tertulisnya, Senin, 9 Januari 2025.
Fredik mengatakan korban awalnya mengalami pemukulan pada 14 Mei 2025. Peristiwa itu diduga terjadi di belakang SD Negeri 02 Buluh Rampah. Pada 19 Mei 2025, korban pulang sekolah dengan menangis karena ban sepedanya bocor. Menurut Fredik, saat itu korban tak menjelaskan kepada orang tuanya mengapa ban sepedanya bocor. Namun pada hari itu, korban sudah merasakan sakit di perutnya.
Ayah korban akhirnya mencari tahu apa yang terjadi dengan anaknya di sekolah. Menurut Fredik, ayah korban mendatangi rumah salah seorang teman sekolah putranya. “Di situ baru mendapat keterangan dari teman bahwa ada pemukulan oleh empat anak sekolah,” ujarnya.
Setelah itu, korban pun mengaku tentang pemukulan yang dilakukan empat temannya. Beberapa hari berselang akhirnya ayah korban mendatangi sekolah dan meminta penjelasan dari guru.
Menurut Fredik, Kepala Sekolah SDN 02 Buluh Rampah mengaku telah menegur anak yang diduga memukul korban pada 23 Mei 2025.
Korban yang mengeluh sakit perut dibawa ke klinik. Namun karena kondisnya semakin parah, korban akhirnya dilarikan ke rumah sakit pada Ahad malam, 25 Mei 2025. Namun, pada Senin dini hari dia meghembuskan nafas terakhir. Dokter menyatakan korban mengalami infeksi usus.
Polisi pun telah melakukan autopsi sebagai tindaklanjut dari laporan orang tua korban. Pemeriksaan menemukan sejumlah memar pada perut dan paha korban yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Tim forensik menemukan sejumlah memar pada perut dan paha korban yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Polisi menyimpulkan penyebab kematian akibat infeksi rongga perut karena pecahnya usus buntu.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau Komisaris Besar Asep Darmawan mengatakan bahwa secara medis, pecahnya usus buntu disebabkan oleh infeksi sistemik. “Dari pemeriksaan sementara, ada pemukulan di bagian punggung dan tangan korban. Ini yang sedang kami dalami, apakah berkorelasi dengan kondisi medis yang dialami korban,” kata Asep pada Rabu, 4 Juni 2025 melansir dari Antara.
Sementara itu, Kapolres Indragiri Hulu Ajun Komisaris Besar Fahrian Siregar mengatakan bahwa sejauh ini sudah ada 22 saksi yang diperiksa, termasuk lima terduga pelaku yang juga masih duduk di bangku sekolah dasar dan berstatus di bawah umur.
Posting Komentar