beritakejahatan24jam - Hari sudah petang saat Majelis Hakim Pengadilan Militer I-02 Medan yang diketuai Djunaedi Iskandar membuka sidang dengan terdakwa Sersan Kepala Darmen Hutabarat dan Sersan Dua Hendra Fransisco Manalu. Keduanya adalah prajurit TNI Kodim 0204 Deli Serdang.
Baca Juga : Kasus Kredit Fiktif Bank Jepara Artha, KPK Sita Aset Rp 1,1 Miliar
Kedua terdakwa dituding menembak mati MAF, 13 tahun, di Jalan Lintas Sumatera, Kabupaten Serdangbedagai, Sumatra Utara pada 1 September 2024, dinihari. Korban merupakan warga Dusun 2, Desa Kotagaluh, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Sergai.
Agenda sidang adalah pembacaan tuntutan. Oditur Militer Tecki Waskito menuntut kedua terdakwa dengan Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kelalaian yang menyebabkan kematian orang lain. Ancaman pidananya penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama 1 tahun, juncto Pasal 55 ayat 1 KUHPidana.
"Menuntut terdakwa Darmen Hutabarat dengan dipidana penjara 18 bulan dan Hendra Fransisco Manalu dipidana penjara satu tahun," kata Tecki di ruang sidang Sisingamangaraja ke-12 pada Senin, 14 Juli 2025.
Mendengar tuntutan tersebut, terdakwa Sersan Kepala Darmen Hutabarat dan Sersan Dua Hendra Fransisco Manalu melalui penasihat hukumnya akan melakukan pembelaan. Sidang ditutup dan akan bakal dibuka kembali pada Kamis, 17 Juli 2025.
Fitriyani, ibu kandung karban yang selalu datang setiap persidangan digelar, terkejut dan tidak terima atas tuntutan itu. Baginya, tuntutan tersebut tidak memberinya keadilan karena sudah kehilangan anak kesayangan dan terlalu ringan.
"Saya tidak terima kalau cuma segitu hukumannya. Lebih ringan dari sipil. Sementara dia (terdakwa) yang membunuh. Harusnya hukuman mati atau 10 tahun ke atas. Kalau cuma segitu, besok-besok dibuatnya lagi. Nampak kali tidak adil pengadilan militer ini," kata Fitriyani.
Dia lalu menceritakan peristiwa yang menimpa anaknya. Awalnya, siswa kelas 2 SMP itu permisi mau bermain ke rumah temannya sekalian membeli obat pada 31 Mei 2024, sekitar pukul 20.00 WIB. "Saat itu, dia baru sembuh dari demam, tapi masih flu," kata Fitriyani.
Sekitar pukul 22.00 WIB, Fitriyani menayakan keberadaan MAF yang belum pulang melalui pesan whatsApp. MAF membalas dan mengirim foto masih berada di rumah temannya. Ahad, 1 Juni 2025, sekitar pukul 01.00 WIB, MAF belum juga pulang. Fitriyani kembali bertanya lewat pesan singkat, namun tidak dibalas. Ia menunggu sampai tertidur, tiba-tiba ada orang mengetuk pintu dan mengabarkan kalau anaknya kena tembak dan dibawa ke RSU Sawit Indah Perbaungan. "Pas saya ke sana, dia sudah meninggal. Ada satu luka tembak di bagian dada," ucapnya.
Fitriyani kemudian mencari-cari informasi. Ia akhirnya mengetahui kalau dini hari itu, MAF diajak nongkrong di Alfamart, simpang Kota Galuh. Kemudian diajak ikut tawuran dekat Hotel Deli Indah, Kabupaten Deliserdang. Begitu sampai lokasi, rupanya tawuran tidak jadi. MAF dan kawan-kawannya beranjak pulang.
Tiba-tiba, dua unit mobil keluar dari arah hotel dan mengejar MAF dan kawan-kawannya. Salah satunya, mobil Avanza yang ditumpangi kedua terdakwa. Sampai di depan pabrik kelapa sawit Adolina milik PTPN 4, MAF terkena tembakan dan terjatuh. "Anak saya dipepet, ditembak dan jatuh ke parit," ujar Fitriyani.
Selain kedua terdakwa, empat warga sipil juga terlibat karena ikut dalam rombongan terdakwa Darmen. Mereka adalah Agung Pratama, M Abdillah Akbar, Eduardus Jeriko Nainggolan, dan Paul M Sitompul. Dilihat dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Seirampah, keempatnya sudah duputuskan bersalah.
Agung dan Abdillah divonis 4 tahun penjara dengan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan penjara. Eduardus divonis 10 bulan penjara dengan denda Rp 10 juta subsider 1 bulan. Sedangkan Paul, sudah dituntut 10 bulan penjara dengan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan penjara. Hari ini, Selasa, 15 Juli 2025, sidangnya dibuka kembali dengan agenda pembacaan vonis.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menyebut, korban ditemukan tewas dengan luka tembak di dada dan punggung. "Penembakan dilakukan secara brutal dan tidak berprikemanusiaan," kata Direktur LBH Medan Irvan Saputra.
Dia menilai, Sumut rentan dengan tindak kekerasan dan pembunuhan terhadap anak. Peristiwa yang menimpa MAF bertentangan dengan UUD 1954, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Duham, ICCPR, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 dan KUHP. "Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM," ujar Irvan.
Kapolres Sergai AKBP Jhon Rakutta Sitepu mengungkap hasil penyelidikan. Katanya, korban diduga hendak tawuran. Sebelum penembakan, korban bersama rekan-rekannya mengendarai sepeda motor sambil membawa senjata tajam mendatangi Hotel Deli Indah dan terdengar letusan senjata. "Informasi didapat dari berbagai sumber di sekitar TKP. Di hotel terdengar ada letusan senjata. Korban pergi menuju arah Perbaungan, terjadi penembakan lagi yang mengenainya hingga meninggal dunia," kata Jhon.
Plt Kasi Humas Polres Sergai Ipda Nauli Siregar mengatakan saat korban kembali ke arah Perbaungan, terdengar suara tembakan satu kali. Sampai di depan Masjid Muttaqin Lingkungan Pasiran, kembali terdengar suara tembakan sebanyak dua kali dari mobil Avanza hitam. Kemudian, sampai di Adolina, terdengar suara tembakan empat kali ke arah kebun sawit. Korban terkena tembakan dua kali, dia tersungkur masuk ke dalam parit.
Korban lalu dibawa ke RSU Sawit Indah Perbaungan menumpang mobil yang sedang melintas. Tak lama, dinyatakan meninggal dunia. "Hasil olah TKP ditemukan dua selongsong peluru dengan tulisan PIN dan sepeda motor di dalam parit pabrik Adolina," kata Nauli.
Posting Komentar